Oleh: Muhammad (1111002036)
Issues
Penembakan misterius atau sering disingkat Petrus (operasi clurit) adalah suatu operasi rahasia dari Pemerintahan Suharto pada tahun 1980-an untuk menanggulangi tingkat kejahatan yang begitu tinggi pada saat itu. Operasi ini secara umum adalah operasi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat khususnya di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelakunya tak jelas dan tak pernah tertangkap, karena itu muncul istilah "petrus", penembak misterius.
Petrus berawal dari operasi penanggulangan kejahatan di Jakarta. Pada tahun 1982, Soeharto memberikan penghargaan kepada Kapolda Metro Jaya, Mayjen Pol Anton Soedjarwo atas keberhasilan membongkar perampokan yang meresahkan masyarakat. Pada Maret tahun yang sama, di hadapan Rapim ABRI, Soeharto meminta polisi dan ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas. Hal yang sama diulangi Soeharto dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1982. Permintaannya ini disambut oleh Pangopkamtib Laksamana Soedomo dalam rapat koordinasi dengan Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan WagubDKI Jakarta di Markas Kodam Metro Jaya tanggal 19 Januari 1983. Dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan Operasi Clurit di Jakarta, langkah ini kemudian diikuti oleh kepolisian dan ABRI di masing-masing kota dan provinsi lainnya.
Pada tahun 1983 tercatat 532 orang tewas, 367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Pada Tahun 1984 ada 107 orang tewas, di antaranya 15 orang tewas ditembak. Tahun 1985 tercatat 74 orang tewas, 28 di antaranya tewas ditembak. Para korban Petrus sendiri saat ditemukan masyarakat dalam kondisi tangan dan lehernya terikat. Kebanyakan korban juga dimasukkan ke dalam karung yang ditinggal di pinggir jalan, di depan rumah, dibuang ke sungai, laut, hutan dan kebun. Pola pengambilan para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal dan dijemput aparat keamanan. Petrus pertama kali dilancarkan di Yogyakarta dan diakui terus terang Dandim 0734 Letkol CZI M Hasbi (kini Wakil Ketua DPRD Jateng, red) sebagai operasi pembersihan para gali (Kompas, 6 April 1983). Panglima Kowilhan II Jawa-Madura Letjen TNI Yogie S. Memet yang punya rencana mengembangkannya. (Kompas, 30 April 1983). Akhirnya gebrakan itu dilanjutkan di berbagai kota lain, hanya saja dilaksanakan secara tertutup.
Tanggapan
Berikut tanggapan presiden soeharto terhadap kasus ini:
Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan.. dor.. dor.. begitu saja, bukan! Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak. Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Ini supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan itu.
--Suharto (Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), yang ditulis Ramadhan K.H.)
Rules
Pengertian Hak Azazi Manusia (HAM) adalahhak yang melekatpadadirimanusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa.
Menurut Bagir Manan (2001) bentuk-bentuk HAM dibagimenjadi 4 kategori yang salah satunya adalah Hak Sipil yang terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, serta hak hidup dan kehidupan.
Sedangkan Baharudin Lopa (1999) membagi HAM dalam beberapa jenis. Salah satunya adalah hak seseorang untuk hidup.
Diantara jenis-jenis HAM berdasarkan Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) adalah sebagai berikut:
a. Hak Personal, Haksipil, danpolitik yang terdapatpadapasal 321 dalam DUHAM memuat: (10) Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik
Dalamperundang-undangan RI terdapat 4 bentukhukumtertulis yang memuataturantentang HAM, yaitu:
1. Konstitusi (UUD 1945 Amandemen I IV), konstitusi RIS (bab khusus tentang HAM, dan di tempatkan pada bab awal pasal 7 sampai pasal 33), dan UUD 1950 (hampir sama dengan konstitusi RIS, hanya berbeda pada penomoran pasal dan perubahan sedikit redaksional dalam pasal-pasal, serta penambahan pasal yang signifikan tentang fungsi social, hak milik, hak setiap warga Negara mendapat pengajaran, hak demonstrasi dan mogok)
2. TAP MPR. Hal ini dapat dilihat dari TAP MPR NO. XVII tahun 1998 tentang pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM danpiagam HAM Nasional.
3. Undang-undang, antara lain UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 29 Tahun 1999 tentang ratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi dan lain-lain.
4. Peraturan pelaksanaan perundang-undangan, diantaranya : PP pengganti UU (perpu) No. 1 tahun 19999 tentang pengadilan HAM.
Materi HAM dalam perubahan UUD ’45:
BAB XA/28G : (1) setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda dibawah kekuasaannya,serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Analisis
Kasus penembak misterius diatas merupakan kasus HAM terbesar selama masa presiden soeharto. Kasus tersebut sampai sekarang belum diproses secara hukum. Dalam kasus ini dalam terdapat salah satu korban sasaran penembak misterius yang berhasil lolos dan masih hidup sampai sekarang. Orang tersebut bernama Bathi Mulyono. Bathi bukan sembarang preman. Dia merupakan ketua organisasi Fajar Menyingsing, organisasi yang menghimpun resividis dan pemuda se-jawa tengah yang di bekengi oleh gubernur jawa tengah Supardjo Rustam dan pengusaha Soetikno Widjojo. Dengan restu kedua orang tersebut Bathi menjalankan bisnisnya.
Bathi yang menjadi salah satu sasaran eksekutor pada masa itu berhasil melarikan diri ke dan hidup Nomaden di Gunung Lawu sampai suasana merada. Setelah turun, banyak ditemuksn kenyataan bahwa banyak ornag mati tak jelas dan tanpa melalui proses hukum.
Kasus penembak misterius ini merupakan kasus yang menggambarakn bagaimana kondisi pemerentahan saat itu. pemerintahan soeharto yang dikenal sangat diktator melakukan pembasmian terhadap kelompok gabungan anak liar (gali) dengan dalih melakukan stabilitas keamanan dan melakukan pembunuhan kedapa meraka bila perlu dilakukan. Secara garis besar, kasus ini berkaitan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pertama, bila kita lihat pernyataan bagir manan pada salah satu kategori hak asasi manusia yaitu hak sipil. Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, serta hak hidup dan kehidupan. Dalam kasus ini dapat kita lihat bahwa tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah telah melanggar hak sipil yang dimiliki oleh setiap individu warganegara baik yang baik maupun yang jahat yaitu mendapatkan perlakuan yang sama dimuka hukum. Hal itu terbukti dari mereka yang dituduh sebagai gali atau dituduh melakukan kejahatan langsung saja diculik dan dibunuh. Bahkan ada yang disiksa terlebih dahulu dan mayatnya ditinggalkan di emoeran jalan secara terikat dan dilihat oleh masyarakat sekitar. Selain hak untuk diperlakukan sama dimuka hukum juga ada hak bebas dari kekerasan. Pada kasus diatas jelas sekali banyak orang-orang yang merupakan target penembak misterius diperlakukan secara tidak layak bahkan disiksa sebelum dibunuh. Hal itu terbukti dari banyaknya tearget penembak misterius yang pada jenazahnya terdapat bekas-bekas luka siksaan. Yang terakhir adalah hak untuk hidup dimana dengan jelas target penembak misterius dibunuh secara sewenang-wenang.
Kedua, bila ditinjau dari pendapat Baharudin Lopa tentang jenis-jenis HAM bahwa tindakan penembak misterius ini telah melanggaar hak untuk hidup yang dimiliki oleh para target. Hal itu telah jelas saya terangkan diatas bahwa meskipun melakukan kejahatan mereka masih berhak untuk hidup kecuali yang dilakukan adalah kejahatan yang tidak bisa ditoleransi dan memang harus dihukum mati. Namun, pada kasus penembak misterius ini, para target yang menjadi korban dan dibunuh tidak diketahui kejahatan apa yang dilakukan. Mereka hanya di cap mengganggu keamanan dan langsung diculik dan dibunuh. Bahkan hanya menggunakan tato dapat membuat orang tersebut menjadi target penembak misterius.
Ketiga, bila kita tinjau dari pasal 321 DUHAM pada butir (10) bahwa salah satu hak personal seseorang adalah hak perlindungan hukum dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik. Pada kasus ini jelas para target telah direndahkan martabat dan kehormatannya serta tercoreng nama baiknya dengan dituduh sebagai tersangka pelaku kejahatan tanpa bukti yang jelas dan dibunuh secara semena-mena. Selain korban itu sendiri, nama baik dan martabat keluarga korban telah hancur. Semua ini dilakukan pemerintah sendiri sehingga tidak mungkin adanya perlindungan hukum terhadap korban dan keluarga korban.
Yang terakhir, bila kita tinjau dari perubahan UUD ’45 BAB XA/28G butir (1) seperti yang telah saya sebutkan diatas bahwa tidak ada perlindungan dari pemerintah kepada korban dan tidak mungkin hal itu dilakukan karena pelanggaran HAM itu dilakukan sendiri oleh pemerintah. Sealin itu juga butir (2) juga telah dilanggar dengan adanya pembunuhan dan penyiksaan terhadap para korban sebagaimana sudah disebutkan diatas.
Kesimpulan dan saran
Kesimpulan: penembak misterius ini melakukan pelanggaran ham yang telah dilakukan oleh pemerintah indonesia kepada rakyatnya dan secara langsung pemerintah indonesia pada saat itu telah melanggar peraturan dan Undang-Undang yang dibuatnya sendiri.
Saran: pemerintah sekarang terutama Komnas HAM sebaiknya mengusut kasus ini secepatnya supaya dapat diketahui fakta dan kebenaran dibalik kasus ini dan mencegah supaya kasus ini tidak terulang kembali.
Daftar Referensi
Yasni, Sedanawati (2010). Citizenship. Bogor: PerpustakaanNasional: katalogdalamterbitan
http://id.wikipedia.org/wiki/Penembakan_misterius
Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), yang ditulis Ramadhan K.H.
El-Muhtaj, Madda & M. Hum (2009). Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia dari UUD 1945 sampai dengan amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta : Kacana Prenada Media Group.
http://indonesiaindonesia.com/f/93673-petrus-kisah-gelap-orba/index3.html
muhammad_1111002036_akuntansi2011.docx |