Oleh : Eri Indriyani (1111002007)
Radikalisme merupakan isu yang semakin populer dalam kehidupan bangsa indonesia. Hampir dalam setiap permasalahan yang timbul,selalu diwarnai dengan radikalisme para pelakunya.Radikalisme sendiri seringkali muncul bersamaan dengan anarkisme dan kekerasan sehingga mengaburkan makna yang dikandungnya.Makna radikalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu paham yang menganut cara radikal dalam politik. Radikal yang dimaksud berarti sangat keras dalam menuntut perubahan secara drastis dan menyeluruh.Cara mengekspresikan radikalisme muncul dengan berbagai bentuk,namun cenderung berbanding lurus dengan reaksi atau sikap dari pihak lawan,dimana kekerasan dibalas dengan kekerasan yang salah satu bentuknya bisa berwujud terorisme(Turmudi & Sihbudi,2005:8) .Cara radikalisme yang diikuti kekerasan inilah yang menjadi masalah serius bangsa,karena dapat menimbulkan perpecahan yang akan mengancam keberlangsungan bangsa indonesia sebagai bangsa majemuk yang menjunjung tinggi toleransi.Hasil survei Lembaga Survey Indonesia mengenai isu ‘radikalisme’ dan ‘terorisme’ menunjukkan indeks ‘radikalisme’ Indonesia pada setahun terakhir,meskipun mengalami penurunan sebesar 1.44 dibanding tahun lalu tetapi tetap dalam kondisi tidak aman yaitu 43,6 dimana batas amannya adalah 33.3.[i]
Radikalisme semakin populer dengan adanya peristiwa peledakan bom yang dilakukan beberapa oknum yang kebetulan beragama islam.Kasus lainnya adalah kasus G-30 September yang merupakan contoh konkrit radikalisme yang diikuti kekerasan.Bukti-Bukti tersebut menunjukkan bahwa fanatisme sempit terhadap suatu ideologi mudah mengarahkan orang pada perilaku radikal yang diikuti dengan kekerasan.Wakil-wakil rakyat turut menunjukkan ideologi radikalismenya melalui sikap ngotot dalam memperjuangkan pendapat. Pola hidup hedonis secara radikal telah merubah orientasi wakil rakyat dari pengabdian kepada masyarakat menjadi profesi perwakilan terhadap kelompok ataupun golongan.Secara terang-terangan eksekutif dan legislatif mengabaikan kata kompromi dan moderasi.Perilaku eksekutif dan legislatif tersebut menggiring radikalisme pada tindakan kekerasan,baik berupa kekerasan fisik maupun kekerasan psikologis.Keadaan sarat kepentingan ini kemudian mendorong rakyat untuk melakukan aksi radikal, apapun ideologi dan agama yang dianutnya. Sehingga saat ini bertebaran radikal agamis, radikal atheis, radikal sosialis, radikal anarkis, yang kesemuanya mencoba sesegera mungkin melakukan perubahan secara menyeluruh terhadap apa yang sedang terjadi.
Semua kasus ini bersumber pada satu akar permasalahan yang sama yaitu tidak adanya sikap kompromi dan moderasi yang seharusnya merupakan nilai luhur yang telah tertanam kuat dalam diri kita sebagai bangsa yang berideologikan pancasila. Para pendiri bangsa telah memberi contoh bagaimana bersikap kooperatif dan moderat untuk dapat berkompromi dengan realita bahwa kita bangsa yang majemuk. Dalam kelima butir Pancasila tidak ditemukan adanya kata radikalisme atau makna yang merujuk pada radikalisme melainkan sebaliknya yaitu musyawarah dan mufakat.Analisis tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara tingginya jumlah kasus radikalisme dengan keberadaan pancasila yang telah termarginalisasi secara struktural. Secara filosofis pancasila mempunyai dasar ontologis,dasar epistemologis dan dasar aksiologis(Yasni,2010:151).Struktur filosofis inilah yang kemudian termarginalisasi dan membawa dampak negatif maraknya kasus radikalisme di indonesia.
Dasar ontologis pancasila dapat dimaknai sebagai interelasi eksistensi manusia dengan hubungannya dengan tuhan,alam semesta,budaya dan masyarakat dimana keberadaan manusia saling menjaga satu sama lain dan saling membutuhkan.[ii]Keadaan ini berkebalikan dengan paham radikalisme yang selalu merasa paling benar dan tidak mau negosiasi dan kompromi dengan segala yang berseberangan dengannya.Dimana hubungan keberadaan manusia yang satu dengan manusia yang lain seperti tidak terkait.Masing-masing manusia seakan tidak saling membuthkan dan kemudian memaksakan kepentingannya sendiri ataupun golongannya.Hal seperti inilah yang sering kita lihat saat rapat DPR,dimana para wakil rakyat ini tanpa malu mencela,merendahkan anggota DPR yang lain hanya karena mereka mempunyai pendapat yang bersebrangan.Kegiatan mencela,merendahkan atau bahkan memukul merupakan bentuk kekerasan,baik fisik maupun psikologis. Perbedaan yang diwujudkan dengan suatu perbuatan berupa kekerasan bahkan kejahatan terhadap eksistensi masyarakat lain menunjukkan adanya marginalisasi secara ontologis yang kemudian mengakibatkan terjadinya tindakan radikalisme yang diikuti kekerasan
Secara epistemologis pancasila merupakan sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan(Yasni,2010:152).Filsafat ini menunjukkan pancasila merupakan sumber moral dan sumber hukum bangsa indonesia yang tersususun secara sistematis. Marginalisasi secara epistemologis dapat dilihat, yakni Pancasila tidak dijadikan acuan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga banyak peraturan yang menyimpang dari Pancasila.Contohnya,UU Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan oleh MK karena cacat ideologis.Keadaan seperti ini mendorong masyarakat melakukan aksi-aksi radikal untuk menuntut perubahan secara drastis atas semua yang sedang terjadi yang tak jarang aksi-aksi ini kemudian berujung pada anarkisme dan tindak kekerasan.Karena marginalisasi epistemologis inilah rakyat yang apatis terhadap kinerja pemerintah dalam menyusun peraturan terdorong untuk menempuh cara kekerasan dalam menyampaikan tuntutannya.Bahkan, hasil survei yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian selama bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 menunjukkan pelajar di Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi ternyata cenderung setuju menempuh aksi kekerasan untuk menyelesaikan masalah agama dan moral.[iii]
Sementara itu, marginalisasi aksiologis bermakna bahwa Pancasila tidak secara konsisten dijadikan acuan sebagai moralitas berbangsa dan bernegara sehingga muncul demoralisasi masyarakat Indonesia.Terjadinya berbagai kasus korupsi hingga konflik antar masyarakat merupakan bukti adanya marginalisasi aksiologis.Dasar aksiologis pancasila yang berarti nilai kesatuan dan hierarki yang terkandung dalam pancasila telah di langgar oleh koruptor yang saat ini sangat merajalela kaberadaanya.Dimana koruptor secara radikal menggunakan uang rakyat untuk kepentingannya sendiri.Nilai ketuhanan,kemanusiaan,persatuan,kerakyatan dan keadilan tidak dihiraukan demi mewujudkan keinginannya.Hal ini tidak terelakan lagi menimbulkan konflik-konflik di masyarakat karena hak-hak mereka yang tidak terpenuhi,misalnya saja hak pendidikan yang layak dan hak kesehatan yang tidak dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat karena anggaran untuk pendidikan dan kesehatan tersebut dikorupsi.Hal ini jelas merupakan radikalisme yang berdampak kompleks terhadap masyarakat.
Marginalisasi pancasila ini membuat bangsa kehilangan karakternya.Seperti kata pepatah when character lost,everything is lost.Dengan hilangnya karakter pancasila dalam diri bangsa,hilang pula lah segala nilai yang terkandung dalam pancasila yang seharusnya tertanam kuat dalam diri kita sebagai landasan untuk berbangsa dan bernegara. Pada titik ini pemerintah dan DPR semestinya menjadi lokomotif utama yang mengambil inisiatif dengan mendasarkan kebijakan dan peraturan pada falsafah bangsa. Langkah tersebut juga perlu diikuti peran serta tokoh agama dan masyarakat.Bukan saatnya lagi kita membongkar pondasi ketika atap sudah mulai dipasang. Dan yang utama, jangan mengharapkan rakyat untuk mengambil inisiatif pada tataran filosofis, karena yang mendasar bagi mereka adalah kebutuhan biologis dan psikologis Secara sederhana, jika perut mereka tidak kosong, tidur dengan nyaman dan aman, sulit untuk mendorong mereka menjadi penganut radikalisme kiri atau kanan atau anarkisme.Kita semua tau perubahan pada hidup yang lebih baik selalu membutuhkan proses. Proses membutuhkan sinergi. Sinergi membutuhkan kompromi.Maka dari itu,marilah kita tanamkan kembali nilai falsafah pancasila dalam kehidupan berbangsa agar kita dapat hidup rukun dan damai,karena meskipun kita berbeda namun tetap satu jua.
Daftar Pustaka
Buku
Bahasa,Pusat.,2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
Turmudi,E.,Sihbudi,R.,2005,Islam dan Radikalisme di Indonesia,LIPI Press,Jakarta.
Yasni,Sedarwati.,2010,Citizenship,Media Aksara,Jakarta.
Sumber Internet
Arasy,Rasul(2011).Survey: "Indeks 'radikalisme' di Indonesia menurun" (?).From http://arrahmah.com/read/2011/10/05/15602-survey-indeks-radikalisme-di-indonesia-menurun-.html
Ruhcitra(2008).Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.From http://ruhcitra.wordpress.com/2008/12/16/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/
Seruu.com(2011). Survey Sekolah, 49 Persen Siswa Setuju Aksi Radikal dan Kekerasan Atasi Masalah Moral dan Agama.From http://mobile.seruu.com/utama/bisnis-a-pendidikan/artikel/survey-sekolah-49-persen-siswa-setuju-aksi-radikal-dan-kekerasan-atasi-masalah-moral-dan-agama
[i] http://arrahmah.com/read/2011/10/05/15602-survey-indeks-radikalisme-di-indonesia-menurun-.html
[ii] http://ruhcitra.wordpress.com/2008/12/16/pancasila-sebagai-sistem-filsafat/
[iii] http://mobile.seruu.com/utama/bisnis-a-pendidikan/artikel/survey-sekolah-49-persen-siswa-setuju-aksi-radikal-dan-kekerasan-atasi-masalah-moral-dan-agama
implikasi_marginalisasi_pancasila_terhadap_radikalisme_di_indonesia.docx |