RELEVANSI KASUS
Menurut UU Republik Indonesia nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, “hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah – Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia” (Komaruddin Hidayat, 2008: 110). Setiap warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam perlindungan HAM dan tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Meskipun undang-undang mengenai hak asasi manusia sudah disahkan, masih banyak terjadi pelanggaran HAM di Indonesia.
Saya akan mengangkat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tiga TKI asal Lombok yang tewas di negara Malaysia. Sampai sekarang, kasus tersebut masih diselidiki oleh KBRI dan Kemlu karena 3 TKI tersebut diduga sebagai korban perdagangan organ tubuh di Malaysia. Tetapi, dugaan tersebut dibantah oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur bahwa 3 TKI asal Lombok yang tewas adalah korban perdagangan organ. Wakil Dubes RI untuk Malaysia, Mulya Wirawan, mengatakan ketiga TKI tersebut tewas ditembak polisi Malaysia karena kasus kriminal, Mulya mendapatkan laporan sementara dari kepolisian Malaysia bahwa kejadian itu terjadi 25 Maret jam 5.00 pagi (waktu setempat) polisi yang sedang berpatroli melihat tiga orang mencurigakan bertopeng dan memegang parang. Waktu didekati, mereka melawan. Terjadilah baku tembak dan mereka tewas karena ditembak polisi. Mulya membenarkan adanya jahitan di beberapa bagian tubuh dari ketiga korban. Namun jahitan itu tidak terkait perdagangan organ sebagaimana dituduhkan Migrant Care.
Komnas HAM, Rabu (30/5/2012) mendatangi keluarga tiga TKI asal Pringgasela, Lombok Timur untuk mendalami kasus tersebut. Anggota Komnas HAM, Ridho Saleh usai menemui keluarga dan mengunjungi makam almarhum Herman dan Abdul Kaddir Zaelani menyatakan, berdasarkan penelusuran tim Komnas HAM di Malaysia terdapat sejumlah kejanggalan yang perlu didalami. Salah satu kejanggalan itu adalah, lokasi tempat tertembaknya ketiga TKI itu sangat jauh dari kediaman mereka di Malaysia. Lalu, ada pengakuan dari majikan ketiga TKI yang tak mempercayai tuduhan perampokan oleh ketiga TKI. ”Majikan TKI heran, menurut mereka ketiganya tidak punya catatan kriminal dan dikenal sebagai pekerja yang baik,“ kata Saleh.
Sebelumnya, pihak keluarga mendapat informasi tewasnya anggota keluarga mereka. Tiga TKI itu adalah Herman (34), Abdul Kadir Jaelani (25), dan Mad Noon (28). Informasi tewasnya ketiga TKI itu diperoleh pihak keluarga korban setelah membaca koran lokal di Malaysia 26 Maret 2012, tentang penemuan motor tak dikenal di daerah pemancingan yang dikunjungi 3 TKI itu. Lalu pihak keluarga mendatangi rumah sakit setempat, dan menemukan 3 TKI itu telah meninggal pada 30 Maret 2012 dengan keterangan luka tembak.
Walaupun mendapat keterangan resmi dari rumah sakit, salah satu keluarga korban menemukan kejanggalan terhadap jasad 3 TKI tersebut. Kejanggalan itu terdapat pada jahitan tubuh korban. Semua korban dijahit pada bagian kedua matanya, di dada bagian atas dari dekat lengan kanan ke lengan kiri terdapat jahitan lurus melintang. Jahitan juga terlihat dari dada hingga ke bagian tengah perut nyambung tengah jahitan atas terjahit hingga bawah pusar, sementara di bawah pusar terlihat jahitan dari perut bagian kiri hingga bagian kanan.
Terkait masih belum adanya keputusan yang terang tentang kasus ini, Ridho meminta masyarakat untuk tidak memberikan stigma negatif kepada keluarga TKI. Trauma dan dampak dari pernyataan pemerintah Malaysia yang menyatakan ketiga TKI ditembak karena tuduhan merampok telah dirasakan keluarga TKI. Sampai saat ini, Nurmawi (kaka almarhum Mad Noor) dan Ayah nya mengaku malu untuk keluar rumah.
Hal yang sama terjadi pada ibunda Herman yang terlihat murung saat dikunjungi Komnas HAM. “Anak saya sejak kecil hingga dewasa tidak pernah sama sekali mencuri ayam orang di kampung kami, jadi saya sama sekali tidak terima jika dia kemudian dituduh merampok. Kalaupun dia merampok kenapa tidak dilumpuhkan saja, kenapa harus dibunuh?” kata Haji Maksum, orang tua Herman.
KBRI pun telah meminta secara resmi laporan lengkap terkait kasus tersebut kepada Polisi Diraja Malaysia (PDRM) dan rumah sakit yang melakukan autopsi korban. Sebagai tindak lanjut, laporan tersebut akan diteruskan ke kementerian luar negeri di Jakarta.
LANDASAN TEORI
Hal ini berhubungan dengan teori relativisme cultural. (Sedarnawati Yasni, 2009: 251). Teori ini menyebutkan bahwa pelaksanaan HAM disetiap daerah itu berbeda bergantung pada kondisi sosial kemasyarakatan yang ada, sehingga pelaksanaan HAM bersifat relative bukan universal. Pelaksanaan HAM di Indonesia terlihat lemah karena masih banyak kasus- kasus pelanggaran HAM yang belum dapat ditangani secara jelas. Para keluarga TKI yang diduga menjadi korban perdagangan organ mengalami tekanan social karena merasa malu dituduh oleh pemerintah Malaysia bahwa keluarga mereka ditembak polisi dan tewas karena merampok.
Pengaturan atas pelanggaran HAM telah diatur dalam UU nomor 39 tahun 1999 pasal 1 ayat 4 tentang penyiksaan. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang ataudari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang lelah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga. atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik. TKI yang bekerja di Malaysia seharusnya dilindungi oleh negara. Pengambilan organ tubuh dan pembunuhan yang mereka alami sudah melanggar HAM mereka.
KESIMPULAN
Setelah membahas kasus pelanggaran HAM berat diatas, saya berkesimpulan bahwa pemerintah Indonesia masih kurang tegas dalam menangani kasus pelanggaran HAM ini. Sikap pemerintah yang seperti ini dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Hal ini disebabkan karena masyarakat merasa kecewa dengan sikap pemerintah yang terlihat mengabaikan kasus tersebut. Penghambat dalam penyelesaian kasus ini adalah karena KBRI sendiri menganggap 3 TKI tersebut melakukan tindakan kriminal dan tidak menelusuri lebih lanjut bekas jahitan yang ada ditubuh korban serta tidak memeriksa kelengkapan organ para korban.
SOLUSI
Sebaiknya, pemerintah Indonesia lebih tegas dalam menyelesaikan dan menangani kasus pelanggaran HAM terhadap TKI di luar negeri. Karena ini bukan pertama kalinya, tetapi sudah sering sekali terjadi TKI mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi di negara tempat mereka bekerja. Seharusnya pemerintah Indonesia tegas dalam menjatuhkan hukuman kepada siapapun yang menganiaya TKI asal Indonesia agar kejadian seperti itu tidak terulang kembali. Disamping itu, presiden dan pemerintahannya harus mengefektifkan semua mekanisme hukum yang ada untuk penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat, dimana salah satunya yaitu dengan segera mengefektifkan pembentukan pengadilan HAM.
REFERENSI
· Hidayat, Komaruddin,dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Prenada Media Group
· Yasni, Sedarnawati. 2009. Citizenship. Jakarta: BSM
· http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/170/uu39_1999.pdf
· http://news.detik.com/read/2012/04/23/123409/1899091/10/kbri-malaysia-3-tki-asal-lombok
tewas-tak-terkait-perdagangan-organ
· http://regional.kompas.com/read/2012/05/30/17073669/Komnas.HAM.Datangi.Keluarga.
TKI.Korban.Penembakan
makalah_kw_ridha.docx |