Berikutnya, handphone tidak lagi berfungsi tunggal sebagai media komunikasi. Namun berbagai fitur tambahan dari fungsi utamanya membuat handphone menjadi alat yang paling sering dibawa-bawa oleh masyarakat terutama kaum muda (remaja). Model dan teknologinya berganti dengan sangat cepatnya setiap tahun. Ada banyak sekali fitur-fitur yang menambah nilai fungsi pada alat yang bernama handphone ini. Selain bisa untuk berkomunikasi secara verbal (suara) dan tulisan, kita bisa menemukan jam, kalender, buku telpon, buku catatan, senter, radio, televisi, kamera foto, kamera video, video game, mp3 player, penyimpan data, peta, bahkan akses internet pun sudah bisa kita temukan di telpon pintar atau pada masyarakat modern sering disebut ‘smartphone’ ini.
Nielsen Indonesia mencatat pertumbuhan pengguna seluler di Indonesia pada 2011 meningkat 78 persen
dibandingkan lima tahun lalu. Dari jumlah itu, hampir 78 persen kelas menengah di Tanah Air memiliki
telepon seluler, di mana setengahnya menggunakan untuk akses internet.
"Lebih dari sepertiganya memiliki telepon pintar (smartphone)," kata Managing Director Media Nielsen
Indonesia, Irawati Pratignyo, dalam konferensi pers, Nielsen, marketing and media presentation 2011, di
Hotel Ritz Carlton, Kawasan Megakuningan, Jakarta, Kamis, 1 Desember 2011.
Irawati mengatakan, kenaikan kepemilikan telepon seluler mencatat sejarah terbesar di Indonesia. Hal ini
tak terlepas dari tingkat penetrasi yang tinggi dan keinginan kuat untuk membeli smartphone.
"Perangkat ini dengan cepat menjadi platform utama untuk ragam aktivitas yang berbeda, seperti menonton
video, akses internet dan berhubungan melalui jaringan sosial," kata dia.
Dalam catatan Nielsen, penggunaan internet melalui telepon genggam meningkat pesat selama lima tahun
terakhir. Jika pada lima tahun lalu penggunaan internet hanya tujuh persen, kini meningkat empat kali lipat
menjadi 22 persen.
Peningkatan akses internet melalui telepon genggam ini tak terlepas dari penggunaan oleh anak-anak dan
golongan muda dari kelas menengah Indonesia.
(Syahid Latif, http://bisnis.vivanews.com/news/read/268789-kelas-menengah-ri-doyan-akses-internet-naik, akses 21 Januari 2012)
Kutipan artikel diatas sebagai bukti betapa tingginya tingkat mobilitas sosial yang dialami oleh masyarakat modern sekarang ini. Wabah smartphone di kalangan remaja saat ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan perubahan pola perilaku masyarakat yang cenderung bersikap individualis.
Perkembangan teknologi informasi membawa dampak positif yang signifikan bagi aktivitas keseharian manusia. Beragam teknologi informasi terkini layaknya handphone, internet dan sejenisnya memungkinkan kita untuk menjalin komunikasi kapanpun dan dimanapun. Namun demikian, kita kerap kali tak menyadari bahwa adakalanya berbagai teknologi informasi tersebut justru menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang berpengaruh terhadap hilangnya identitas nasional remaja Indonesia.
v SMS (Short Message Service) dan BlackBerry Messenger sebagai Interaksi Sosial
Short Message Service (SMS Pesan / Teks) ini kini telah menjadi salah satu cara yang paling umum di mana individu menggunakan ponsel mereka untuk berkomunikasi dengan orang lain. Banyak peneliti yang telah menyatakan keprihatinan bahwa peningkatan penggunaan SMS pesan akan menyebabkan interaksi ‘face to face’ menjadi tidak ada, serta menyebabkan seringnya penggunaan tata bahasa yang buruk dikalangan masyarakat terutama remaja Indonesia. Pada beberapa hari yang lalu saya melakukan survey pada beberapa remaja perkotaan usia diatas 17 tahun, 40% dari mereka yang disurvei melaporkan bahwa SMS adalah fungsi yang paling digunakan pada smartphone mereka. Dengan popularitas yang tumbuh pada tingkat eksponensial, teks / pesan SMS juga telah menjadi cara baru bagi individu untuk membentuk hubungan baru, dan memperkuat yang sudah ada. Pola interaksi masyarakat Indonesia yang tadinya secara ‘face-to-face’ berubah dan tergantikan oleh adanya ‘short message service (SMS)’. Pola interaksi yang tergantikan oleh smartphone ini perlahan akan menyebabkan para remaja kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
v Kemerosotan Moral di Kalangan Remaja
Kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi “kaya dalam materi tetapi miskin dalam rohani”. Kemerosotan moral yang menyebabkan timbulnya masyarakat yang materialis ini sangat bertolak belakang dengan identitas nasional bangsa Indonesia.
v Terjadinya Alienasi
Beberapa waktu yang lalu saya mambaca di sebuah forum diskusi, tentang perilaku para pengunjung restoran di sebuah kota besar di Indonesia:
“Kemarin sore sewaktu saya sedang menunggu makanan di sebuah restoran, saya mengamati berbagai perilaku pengunjung, baik yang sedang menunggu pesanan makanan, maupun yang merahab hidangan, hingga yang ngobrol sekedar menunggu berlalunya waktu.
Sore ini, saya berhadapan dengan sebuah meja yang dihuni oleh empat orang yang duduk saling berhadapan. Nampaknya mereka adalah sepasang suami istri dan dua orang anak sekitar 10 tahun dan 14 tahun. Meja mereka masih bersih, dugaan saya mereka sama dengan kami, sedang menunggu pesanan makan malam. Pandangan saya makin fokus kepada mereka berempat karena saya melihat ada sesuatu yang menarik. Walaupun mereka duduk menghadap ke satu meja Ayah, ibu, dan kedua anak ini masing-masing sibuk dengan gadget masing-masing. Pemandangan ini berlangsung setidaknya kira-kira dua puluh menit sampai akhirnya pembawa pesanan makan mereka datang.”
Jelas pemandangan ini memperlihatkan pengaruh dari keberadaan ‘gadget’ yang menyebabkan alienasi, bahkan dalam ruang lingkup keluarga sekalipun. Betapa perubahan teknologi di era moderinsasi ini mengubah perilaku masyarakat menuju masyarakat yang individualis. Hal ini sebagai fakta bahwa masyarakat modern adalah alienasi menuju masyarakat individualis. Hal ini disebabkan oleh mobilitas sosial yang sangat pesat dan sehingga masyarakat lebih cenderung untuk terus menggunakan fasilitas teknologi baru yang dimilikinya dan ini menyebabkan kecenderungan seseorang untuk terpisah dari hubungan personalnya dengan orang lain (isolating society).
Berdasarkan survey dari wawancara saya terhadap beberapa remaja diatas 17 tahun juga menunjukkan gejala alienasi, dimana ketika saya menanyakan apakah lebih memilih untuk ‘menegur orang yang ada di sampingmu’ ataukah ‘bermain handphone’ jika kamu sedang menunggu di halte sendirian, dan hasilnya 90% dari mereka yang memilih untuk bermain handphone hanya 10% dari mereka memilih untuk menegur orang yang ada disampingnya. Sangat miris.
Kecenderungan berbagai teknologi baru untuk mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat rasanya bukan sesuatu yang benar-benar baru. Saya masih ingat ketika masa sekolah, ada momen-momen di mana saya dan teman-teman memutuskan untuk bertelepon dibandingkan tatap muka. Hal serupa mungkin juga terjadi sebelumnya, ketika surat-menyurat muncul. Orang lebih memilih untuk mengirim surat daripada pulang dari perantauan, mungkin. Bedanya dengan masa-masa itu, teknologi saat ini menyediakan informasi yang lebih beragam, lebih cepat, dan lebih interaktif. Pengalihnya jadi lebih banyak dan menarik. Jadi, mungkin orang lebih senang mengupdate informasi dari smartphonenya dibandingkan bercengkrama dengan orang lain yang jelas-jelas berada di dekatnya. Lagi-lagi smartphone ini menyebabkan alienasi di kalangan remaja modern sehingga para remaja menjadi individualis dan cenderung terpisah dari hubungan personalnya dengan orang lain (Weber). Jelas bahwa pengaruh keberadaan smartphone akibat globalisasi secara perlahan menyebabkan terkikisnya identitas nasional bangsa Indonesia terutama remaja Indonesia di era modern ini yang sejak dahulu telah dikenal sebagai masyarat yang ramah dan beretika.
pengaruh_smartphone_terhadap_identitas_nasional_remaja_indonesia_di_era_modern.docx |