Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa.[1] Di Indonesia perlindungan atas HAM tercantum dalam sila-sila pancasila, UUD 1945, dan UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Di Indonesia dan di negara-negara lainnya, perlindungan HAM memang sangat dijunjung tinggi, namun dalam prakteknya masih ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang masih belum terselesaikan secara tuntas. Berikut salah satu contoh deskripsi kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Sudah 19 tahun, pelaku pembunuhan buruh Marsinah belum menemui titik terang. Bahkan sampai 14 tahun reformasi berjalan. Pemerintah pun diminta tak membiarkan kasus ini kedaluwarsa. Menurut Juru Bicara Perempuan Mahardika, Vivi Widyawati, selama 19 tahun ini pemerintah terkesan membiarkan kasus Marsinah tidak terselesaikan.
"Tahun depan kasus Marsinah genap 20 tahun. Di mana 20 tahun adalah jenjang waktu bagi kasus itu kedaluwarsa jika tak terselesaikan," kata Vivi dalam konferensi pers di Kantor Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Jakarta, Senin 7 Mei 2012.[2]
Berikut fakta-fakta yang timbul dalam kasus ini adalah sebagai berikut. Pada tanggal 5 Mei 1993, Marsinah terlibat demonstrasi dan tindak pemogokan buruh terhadap PT Catur Putra Surya, perusahaan yang bergerak dalam pembuatan arloji. Setelah mengikuti demonstrasi dan pemogokan buruh tersebut, Marsinah tiba-tiba dinyatakan hilang. Dan baru pada tanggal 9 Mei 1993, Marsinah ditemukan sudah tidak bernyawa di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Pada saat jasad Marsinah ditemukan, kondisi tubuhnya penuh dengan luka dan hasil uji forensik mengatakan bahwa dia telah mengalami kekerasan seksual disamping kekerasan fisik.
Setelah membaca kasus dan fakta-fakta yang ada, saya akan menganalisa mengenai pelanggaran HAM apa saja yang terdapat dalam kasus Marsinah tersebut dan saya akan memberikan solusi terhadap kasus yang pada tanggal 7 Mei 2012 yang lalu sudah berumur 19 tahun, yang berarti pada tahun depan kasus ini akan genap menjadi 20 tahun, dan waktu 20 tahun tersebut merupakan batas kadaluarsa suatu kasus jika tak terselesaikan. Kasus ini juga termasuk masalah perburuhan yang telah mengakibatkan hilangnya nyawa dari seorang buruh.
Cause celebre dalam masalah perburuhan ini adalah terbunuhnya buruh wanita, Marsinah di Surabaya.[3] Dia berani memprotes perlakuan sewenang-wenang terhadap rekan-rekan kerjanya, dan sebagai akibatnya dia disiksa dan dibunuh secara tidak manusiawi. Dan sampai sekarang, pelaku dari pembunuhan Marsinah belum juga dapat ditemukan. Mengenai pelanggaran HAM apa saja yang terdapat dalam kasus Marsinah ini, saya akan menjelaskannya menggunakan dasar UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Yang pertama dan yang paling utama adalah pelanggaran terhadap hak untuk hidup seperti yang tercantum pada pasal 9 ayat 1 UU No. 39 tahun 1999, di sini disebutkan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan ...”.[4] Pelanggaran terlihat jelas pada pasal ini, yaitu pelaku penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan telah merenggut hak untuk hidup untuk Marsinah. Yang kedua adalah pelanggaran terhadap hak atas rasa aman yang tercantum dalam pasal 29 ayat 1 dan pasal 30 UU No. 39 tahun 1999.[5] Mengacu terhadap kedua pasal ini, pelaku telah merenggut hak seorang Marsinah untuk mendapatkan perlindungan atas rasa aman dan atas segala bentuk macam ancaman terhadap dirinya. Yang ketiga adalah pelanggaran terhadap pasal 33 pasal 1 dan 2 UU No. 39 tahun 1999.[6] Mengacu pada pasal ini, pelaku dapat dikatakan bersalah karena pelaku telah terbukti melakukan penyiksaan yang tidak manusiawi terhadap Marsinah dan mengakibatkan hilangnya nyawa Marsinah itu sendiri.
Selain dari pasal-pasal di atas, saya juga akan membahas kasus tersebut dengan hak-hak asasi wanita yang tercantum dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan.[7] Pada pasal 1 terdapat pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan, yaitu “setiap tindakan berdasarkan pembedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, ..., baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi”. Dalam pasal ini jelas terjadi pelanggaran dengan adanya bukti penyiksaan fisik maupun seksual yang ditemukan di dalam hasil visum. Selain itu, terdapat pelanggaran terhadap pasal 3 terlebih pada poin a, c, e, d, dan h. Yaitu tentang hak atas kehidupan, hak atas kemerdekaan dan kehidupan pribadi, hak atas bebas dari tindakan diskriminatif, hak atas memperoleh pekerjaan, dan hak atas tidak memperoleh tindakan penyiksaan denga sewenang-wenang. Dengan adanya banyak pelanggaran hak asaasi manusia yang terjadi pada kasus Marsinah tersebut dan dengan belum ditemukannya pelaku setelah 19 tahun kasus ini diangkat ke pengadilan, peran pemerintah dan aparat kepolisian dalam kasus ini sangat kurang. Di sini pemerintah dapat dilihat tidak serius dalam memecahkan dan menyelesaikan kasus ini. Dan akhirnya pandangan masyarakat pun berujung pada sikap pemerintah yang seakan menutup-nutupi keterlibatan militer yang sudah menyebar luas di pikiran masyarakat. Banyak aktivis HAM yang menilai bahwa pemerintah terkesan sengaja untuk membuat kasus ini kadaluarsa. Oleh karena itu, para aktivis menuntut kasus ini untuk segera diselesaikan dengan sisa waktu satu tahun sebelum kasus ini kadaluarsa.
Kesimpulan dari kasus dan analisa di atas adalah pemerintah dan aparat penegak hukum kurang memberikan perhatiannya terhadap kasus Marsinah yang akan kadaluarsa pada tahun depan jika tidak kunjung terselesaikan. Di sini juga terlihat pemerintah seakan menutup-nutupi keterlibatan militer dalam kasus ini. Untuk itu, menurut saya, jika memang pemerintah sadar dan konsen atas pelanggaran hak asasi manusia di seluruh Indonesia serta menjalankan nilai-nilai Pancasila sila demi sila, pemerintah juga seharusnya dapat menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah ini dan beberapa kasus hak asasi manusia lainnya yang sampai sekarang masih belum terselesaikan, seperti kasus pembunuhan Munir dan kasus terbunuhnya beberapa mahasiswa Trisakti pada kerusuhan 1998, serta menindak tegas seluruh pelaku secara tidak pandang bulu sehingga masyarakat kembali mempercayai peran dari pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penegakan HAM dan penghargaan atas HAM di Indonesia. Sehingga pandangan minor dari masyarakat luas terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum dapat hilang sejalan dengan terpecahkannya satu demi satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
El-Muhtaj, Majda. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia: dari UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002. Jakarta: Kencana, 2009.
Bahar, Saafroedin. Hak Asasi Manusia: Analisis Komnas HAM dan Jajaran Hankam/ABRI. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia. Hak Azasi Perempuan: Instrumen untuk Mewujudkan Keadilan Gender. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Yasni, Sedarnawati. Citizenship. Bogor: Media Aksara, 2009).
Afrianti, Desy., Suryanta Bakti Susila. “Tahun Depan, Kasus Marsinah Kadaluarsa.” http://nasional.vivanews.com/news/read/281897-kontras-sby-salah-paham-soal-pelanggaran-ham (akses 8 Mei 2012).
marsinah.docx |